Sabtu, 24 Juli 2010

Wacana Pembentukan Kabupaten Tangerang Utara Kian Menguat






Setelah berhasil mendorong Kota Tangerang Selatan dan disahkannya UU Daerah Otonomi Baru Kota Tangerang Selatan (Tangsel) oleh Sidang Paripurna DPR RI pada tanggal 29 September lalu, Kini Sejumlah tokoh masyarakat, tokoh pemuda, lembaga swadaya masyarakat (LSM) serta beberapa camat diwilayah utara menggelar rapat pembentukan kabupaten tangerang utara, di aula kantor kecamatan sepatan timur.

Jumat (16/4) Wacana pembentukan Kabupaten Tangerang Utara yang di luncurkan Ismet Iskandar beberapa bulan lalu itu tampaknya akan menjadi bola salju. Bahkan Untuk merealisasikan wacananya tersebut, Ismet Iskandar mengungkapkan, berkas persayaratan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah, yang menggantikan PP No 129/2000 telah dipenuhi pihaknya. Menurut Ismet berkas persayaratan itu telah diajukan kepada Badan Legislasi DPR RI di Jakarta bersamaan dengan Rapat Paripurna DPR tentang Pembentukan Daerah Otonomi Baru pada tangal 29 November lalu.

Di dalam berkas yang diajukan itu, rencananya Kabupaten Tangerang Utara terdiri dari 11 kecamatan, masing-masing Kosambi, Pakuhaji, Sukadiri, Sepatan, Kemiri, Gunung Kaler, Sepatan Timur, Rajeg, Teluknaga, Kronjo, dan Mauk.

Sedangkan di Kabupaten Tangerang Tengah terdiri dari enam kecamatan, masing-masing Kelapa Dua, Pagedangan, Cikupa, Panongan, Legok, dan Cisauk.

Jadi nantinya setelah dimekarkan kembali, Kabupaten Tangerang (daerah induk) hanya tersisa yaitu Kecamatan Tigaraksa, Jambe, Solear, Jayanti, Balaraja dan Cisoka.Sementara yang sudah dimekarkan dalam Pemerintahan Kota Tangsel seperti tertuang dalam UU Pembentukan Daerah Otonomi Baru Kota Tangerang Selatan ialah Kecamatan Ciputat, Ciputat Timur, Pamulang, Setu, Pondok Aren, Serpong, Serpong Utara.


Dengan demikian, apabila terealisasi pada suatu saat nantinya, maka Kabupaten Tangerang akan termekarkan menjadi lima daerah kota/kabupaten yaitu Kota Tangerang Selatan (tinggal menunggu pengesahan Presiden RI), Kabupaten Tangerang Utara, Kabupaten Tangerang Tengah dan Kabupaten Tangerang (induk) serta Kota Tangerang (yang teleh dimekarkan sejak tahun 1993). (End�S/Blog TR)


Sumber:

http://bantenpost.com/berita.php?berita=BU/BNTP/04/10/0171

17 April 2010


Sumber Gambar:

http://papilukas.blogspot.com/2009/03/mancing-di-laut.html

http://www.promolagi.com/potret_det.php?jid=30

http://www.bpkp.go.id/unit/DKI%20II/peta_banten.gif

http://alexemdi.files.wordpress.com/2008/12/peta-kab-tangerang.jpg






Peta Tangerang Utara


View Larger Map



Jumat, 23 Juli 2010

Sekilas Kecamatan Gunung Kaler

Kecamatan Gunung Kaler adalah Kecamaan pemekaran dari Kecamatan Kresek, dengan luas wilayah 55,60 km2 (sebelum pemekaran), mempunyai penduduk lebih kurang Laki-laki : 31.732 jiwa, Perempuan : 30.619 jiwa, Jumlah : 62.351 jiwa (per-Januari 2008). dengan jiwa pilih pada Pemilu Presiden dan Wakil Presiden kemarin berjumlah : 34.036 jiwa. Kecamatan Gunung Kaler berada di di wilayah paling ujung Kabupaten Tangerang berbatasan langsung dengan Kabupaten Serang dengan dibatasi oleh sungai Cidurian, dan juga Kecamatan Gunung Kaler membawahi 9 (sembilan) Desa yaitu : Desa Gunung Kaler, Desa Sidoko, Desa Rancagede Desa Kedung, Desa Cipaeh, Desa Onyam, Desa Tamiang, Desa Kandawati dan Desa Cibetok. adapun batas wilayah Kecamatan Gunung Kaler adalah sebagai berikut :

Sebeah Utara berbatasan dengan Keamatan Mekar Baru (Pemekara dari Kronjo)
Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Kronjo
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Kresek
Sebelah Barat berbatasa dengan Kabupaten Serang.


Sebelum dimekarkan, Kecamatan Gunung Kaler merupakan sebuah Desa yang sangat tertinggal, disamping karena SDM dari penduduknya kurang memadai juga karen myoritas penduduknya berpenghasilan dari petani penggarap. namun karena letaknya berada di tengah-tengah wilayah yang akan dimekarkan dan ditengahnya pula terdapat jalan poros penghubung antar Desa, Kecamatan, Kabupaten bahkan Provinsi, maka Desa Gunung Kaler lah yan strategis menjadi ibu kota Kecamatan.


KONDISI SOSIAL BUDAYA

Kehidupan Sosial masyarakat Sampai saat ini, dikategorikan sebagai penduduk pra sejahtera. Kultur Budaya masyarakat Kecamatan Gunung Kaler memiliki kultur budaya campuran Jawa dan Priangan. Masyarakat Kecamatan Gunung Kaler berbahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa Jawa sebagai bahasa daerah.

Kesenian Daerah masyarakat Kecamatan Gunung Kaler termasuk masyarakat yang dinamis dan gemar juga akan kesenian. Karakter kesenian yang ada di Kecamatan Gunung Kaler adalah perpaduan antara seni budaya Banten, Cirebonan dan Priangan. Beberapa kesenian yang berkembang sampai saat ini adalah Seni Bela Diri atau Pencak Silat yang diiringi oleh musik Kendang.



Pengembangan SDM aparatur meliputi : ketrampilan dan kualifikasi individu, pengetahuan, sikap, etika dan motivasi personil yang bekerja pada suatu unit kerja atau organisasi.

Untuk mencapai Gunung Kaler lebih maju, maka kami bertujuan untuk :
1. Meningkatkan kualitas kehidupan beragama dan pengamalannya dalam kehidupan bermasyarakat.
2. Membangun sumber daya manusia melalui peningkatan mutu pendidikan diseluruh jenjang secara bertahap serta peningkatan derajat kesehatan yang menjangkau seluruh lapisan masyarakat.
3. Meningkatkan pemerataan dan pertumbuhan ekonomi melalui fasilitasi pengembangan usaha di bidang industri, agribisnis, agro industri, dan jasa, serta memberikan akses lebih besar pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah, dan sektor informal.
4. Mewujudkan keserasian dan keseimbangan pembangunan yang berwawasan lingkungan melalui sistem perencanaan dan pengendalian tata ruang yang terstruktur.
5. Menciptakan tata kepemerintahan yang bersih, transparan dan bertanggung jawab (good governance).
6. Meningkatkan pembangunan infra struktur bagi percepatan aspek-aspek pembangunan.
7. Memenuhi hak-hak politik dan sosial warga untuk melakukan partisipasi kritis dalam proses pembangunan.
8. Memberdayakan perempuan dan kesetaraan gender dalam kegiatan pembangunan.



Akhir 2010 PLTU 3 Banten Beroperasi (Kemiri)

Pembangunan PLTU 3 Banten, Desa Lontar, Kecamatan Kemiri, Kabupaten Tangerang, sudah mencapai tujuh puluh persen. Ditargetkan Desember ini, proyek listrik nasional 10.000 megawatt itu telah dapat menghasilkan listrik.

Manajer Bidang Engineering Pembangkitan Lontar Wawan Darmawan mengatakan, meski telah dapat menghasilkan listrik, namun PLTU itu belum dikomersilkan.

“Kami masih harus melakukan tahapan lagi, seperti tes. Sekitar tiga bulan ke depan, listrik itu COD (comercial of dead) atau dikomersilkan. Ya, antara Februari atau Maret 2011,” ungkap Wawan, di sela-sela kegiatan peduli lingkungan berupa pemberdayaan ternak udang dan bandeng, di lokasi PLTU 3 Banten, Kamis (11/2).

Kegiatan sosial yang merupakan program Corporate Social Responsibility (CSR) ini dilakukan bersamaan dengan pengobatan gratis di Halaman Kantor Kecamatan Kronjo, Kabupaten Tangerang.

Wawan mengungkapkan, proyek PLTU 3 Banten di Lontar ini menghasilkan sekitar 3X315 megawatt. Proyek ini merupakan bagian dari proyek PLTU Labuan yang menghasilkan 2X300 megawatt, PLTU Rembang yang menghasilkan 3X315 megawatt, dan PLTU Pacitan yang menghasilkan 3X315 megawatt. “PLTU Labuan telah diresmikan Presiden. PLTU di Lontar ini yang kedua diselesaikan dan memiliki tiga unit,” kata Wawan.

Menurut rencana, peresmian akan dilakukan menteri atau Dirut PLN Dahlan Iskan. “Meski kami berharap, Bapak Presiden bisa juga meresmikan PLTU di sini,” ujarnya.
Wawan mengatakan, kebutuhan batu bara untuk energi listrik di PLTU 3 Banten, Lontar ini didatangkan dari Kalimantan. Namun, pihaknya belum mengetahui pasti berapa jumlah kebutuhan batu bara di PLTU ini.

Sementara, Sekretaris Proyek PLTU 3 Banten, Desa Lontar, Kecamatan Kemiri, Kabupaten Tangerang Rusdy Johan mengaku, program CSR menjadi upaya paling tepat dan efektif dalam menjalin kedekatan antara perusahaan dengan masyarakat sekitar.
Diungkapkan, kegiatan sosial ini dilakukan setiap tiga bulan sekali. “Anggaran yang kami sediakan untuk CSR ini antara Rp 20 juta hingga Rp 40 juta,” kata Rusdy(Tim_One)


Sumber :

http://kontakmediainfo.blogdetik.com/2010/02/13/akhir-2010-pltu-3-banten-beroperasi/

13 Februari 2010



Pembangunan PLTU 3 Banten Capai 60% 

Pembangunan mega proyek PLTU 3 Banten di Desa Lontar, Kecamatan Kemiri, Kabupaten Tangerang terus dikebut. Hingga saat ini pembangunannya telah mencapai 60%.

Percepatan pembangunan itu dilakukan agar persoalan krisis listrik yang terjadi saat ini serta adanya keterlambatan penyelesaian proyek pascaaksi kerusahan warga pada pertengahan tahun 2008 lalu, menjadi dasar PT PLN untuk mempercepat pembangunan.

General Manager PT PLN (Persero) Pembangkitan PLTU 3 Banten, Soelijanto Hary Poerwono mengatakan, bentuk percepatan pembangunan mega proyek itu ditandai dengan dimulainya speed program, penambahan peralatan dan tenaga kerja yang ada, baik asing maupun lokal.

“Hingga kini, total pengerjaan proyek, mulai dari kontruksi dan non kontruksi sudah mencapai 60 %. Merujuk target, seharusnya mega proyek itu sudah rampung pada pertengahan 2010 mendatang.Namun karena terjadi kerusuhan beberapa waktu lalu menyebabkan terlambat hingga setahun,” ujarnya, siang ini.

Padahal, kata dia, terjadwal pembangkit listrik unit 1 dijadwalkan rampung pada April 2010, unit 2 Juni 2010 dan unit 3 Agustus 2010. Kini ditargetkan, keseluruhan pembangunan, mulai dari pembangkit listrik unit 1, 2 dan 3 akan rampung dan dapat beroperasi pada pertengahan 2011 mendatang.

Project Coordinator PLTU 3 Banten, Rusdy Johan menyatakan, mega proyek PLTU 3 Banten berdiri diatas lahan tidak kurang dari 22 hektar milik PT PLN dan Perhutani itu dikerjakan oleh kontraktor Konsorsium Dongfang Electric Coorporation dan PT Dalle Energy.

“Mega proyek ini memiliki kapasitas tenaga listrik 3 x 315 MW. Sedangkan operasionalnya menggunakan batu bara kalori rendah. Dalam setahun, diperkirakan operasional PLTU 3 Banten ini akan membutuhkan hingga 4.273 juta ton batu bara,” katanya.

Sedangkan produksi listrik yang dihasilkan PLTU 3 Banten, lanjut Rusdy, dalam setahun diperkirakan mencapai 13.797.000 MWh dan akan langsung dihubungkan dengan jaringan listrik Jawa-Bali melalui dua gardu, masing-masing gardu (G1) Teluk Naga dan gardu (G1) New Tangerang.(hut)

Sumber :

http://tangerangnews.com/baca/2009/12/25/1988/www.tangerangnews.com

25 Desember 2009



Sepatan Tertinggi Kasus Gizi Buruk

Kasus balita dengan gizi buruk masih marak terjadi di hampir semua kecamatan di Kabupaten Tangerang. Namun, rekor tertinggi masih dipegang Kecamatan Sepatan. Daerah di kawasan Kabupaten Tangerang Utara itu menjadi kecamatan yang paling banyak ditemukan kasus balita gizi buruk.

Di antara 5.900 balita yang terdaftar di Puskesmas Sepatan, 178 bayi mengalami malnutrisi (nama lain gizi buruk). Angka ini didapat dari hasil penimbangan terakhir hingga Agustus 2009 lalu. Sedangkan di tahun 2008, terdapat 154 balita gizi buruk dari 5.000 balita yang terdaftar di Puskesmas Sepatan.

"Jumlahnya memang mengalami peningkatan. Kecamatan Sepatan menjadi yang tertinggi kasus balita gizi buruk dalam dua tahun terakhir," kata dr Indra Suardi, Kepala Puskesmas Sepatan, Rabu (11/11/2009).

Hari itu, Puskesmas Sepatan mendatangkan dokter ahli spesialis gizi dari RSUD Tangerang. Di ruang klinik gizi puskesmas itu, puluhan balita dan anak-anak menjalani pemeriksaan. Hari itu, Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang memang sedang mengadakan pemeriksaan gizi gratis.

Hasil pemeriksaan, banyak balita dan anak-anak memiliki berat tubuh tidak sebanding dengan usianya. Salah satunya adalah Nindi. Putri pasangan Asep dan Mulyati ini memiliki berat badan hanya 9,7 kilogram. Padahal usianya kini sudah 10 tahun. Jika dibandingkan dengan berat badan anak-anak seusianya, Nindi tergolong mengalami malnutrisi.

Mulyati, ibu kandung Nindi mengatakan kondisi tidak wajar pada tubuh Nindi mulai terlihat sejak putrinya itu berusia 4 tahun. Ketika itu, Nindi mengalami gejala sakit panas. Keadaan ekonomi dengan penghasilan pas-pasan memaksa warga Desa Karet RT 01/01 Kecamatan Sepatan itu hanya pasrah ketika putrinya tak bisa mendapatkan perawatan. Kini, penyakit Nindi bertambah parah. Ia tidak bisa berjalan dan berbicara.

"Saya kerja jualan sayur. Penghasilan saya rata-rata Rp 7 ribu-Rp 15ribu perhari. Kalau suami saya bekerja sebagai pengumpul barang bekas. Uang yang saya terima dari suami Rp 200 ribu tiap dua bulan sekali," kata Mulyati.

Kepala Puskesmas Sepatan dr Indra Suardi menjelaskan penyakit yang diderita Nindi disebabkan malnutrisi atau penyakit kurang gizi yang tidak tertangani secara dini. Secara umum, dr Indra Suardi mengatakan akar permasalahan kasus gizi buruk di kecamatan ini memang cukup kompleks.


Faktor utama adalah kondisi ekonomi keluarga balita yang lemah. Selain itu, minimnya pengetahuan orang tua tentang pemberian gizi seimbang kepada bayi. Hal lain yang ikut memicu kasus gizi buruk, tambah Indra, adalah lingkungan yang kumuh.

Lebih jauh Indra mengatakan, pihaknya sudah melakukan berbagai upaya untuk menanggulangi kasus gizi buruk. Diantaranya pemberian makanan tambahan seperti susu dan biskuit, memberikan penyuluhan tentang gizi dan
menempatkan kader di pos gizi setiap desa. "Yang terpenting sebenarnya adalah meningkatkan pengetahuan orang tua tentang pemberian gizi seimbang kepada bayi," kata Indra.

Puskesmas Sepatan saat ini menjadi percontohan penanganan gizi buruk. Artinya, perawatan penderita gizi buruk sudah dapat dilakukan di puskesmas ini melalui rawat inap. Selama ini, perawatan inap penderita gizi buruk hanya dilakukan di RSUD Tangerang. Sepanjang 2009 ini, Puskesmas Sepatan sudah merawat inap penderita gizi buruk sebanyak 11 balita. (bh/gun)


Sumber :

Sugara Radithya - klikp21.com  

http://klikp21.com/metronews/4370-sepatan-tertinggi-kasus-gizi-buruk

12 November 2009



Akar Betawi-China di Teluk Naga

Menjelajah Teluk Naga makin terasa menyenangkan dan menggugah penasaran ketika menyelami kisah sejarah yang menyertainya.

Daerah itu dinamakan ”Teluk Naga” karena, menurut pakar sinologi, Eddie Prabowo Witanto, dan dari beberapa cerita tentang asal-usul Teluk Naga, pada tahun 1400 kawasan ini kedatangan perahu Tiongkok yang di bagian haluan memiliki ukiran naga. Segera terjadi perkawinan campur antara sembilan putri Tionghoa dan pepatih dari Kerajaan Sunda yang berkuasa kala itu.

Selanjutnya, pembangunan Masjid Kalipasir yang tertua di Tangerang pun melibatkan masyarakat Tionghoa. Menurut Eddie, menara Masjid Kalipasir berbentuk seperti pagoda dengan delapan sudut, kuburan dengan nisan bergaya Tionghoa, dan pelbagai pengaruh lain.

Semula masjid ini bertetangga dengan Klenteng Bun Tek Bio dan jemaah masjid kerap mengambil air wudu di sumur klenteng. Hal ini menggambarkan keakraban pergaulan di Teluk Naga ketika itu. Dari Teluk Naga, selain para nelayan, terciptalah masyarakat petani Tionghoa di Tangerang.

Membaurnya masyarakat pendatang dengan penduduk lokal, khususnya orang Betawi, memperkaya variasi perkembangan budaya Betawi itu sendiri. Orang Betawi, menurut beberapa kajian ilmiah tentang masyarakat asli Ibu Kota dan sekitarnya, disebut-sebut sebagai keturunan Kerajaan Tarumanegara.

Betawi sendiri muncul akibat pembauran penduduk asli di wilayah barat Pulau Jawa dengan berbagai suku bangsa pendatang, termasuk Arab. Betawi di Teluk Naga digolongkan sebagai Betawi Pesisir untuk menyebut masyarakat setempat yang berprofesi sebagai nelayan. Selain itu, mereka juga disebut Betawi Udik karena dipengaruhi budaya China Benteng yang banyak menetap di Teluk Naga.

Saat berada di kawasan ini, keunikan khas Teluk Naga dengan percampuran masyarakat dan budayanya masih kental terasa. Pemerintah Kabupaten Tangerang menyadari kekayaan sejarah dan keragaman budaya menjadi modal bagi pengembangan Teluk Naga.

”Ini termasuk potensi fisik dan nonfisik. Tentu saja kami akan terus membangun dan menata,” kata Kepala Dinas Tata Ruang Kabupaten Tangerang Didin Samsudin sembari berjanji Teluk Naga di masa depan akan lebih menarik lagi.


Sumber :

http://cetak.kompas.com/read/2010/01/09/03245226/Akar.Betawi-China.di.Teluk.Naga

9 Januari 2010

Pulau Cangkir (Kronjo)

Pulau Cangkir atau Pulo Cangkir merupakan sebuah pulau kecil yang dahulu terpisah dari pulau utamanya. Tetapi kini Pulau Cangkir sudah tampak menyatu dengan main land-nya, ini karena ada upaya swadaya masyarakat sekitar dan pengelola situs untuk membuat jalan penghubung dengan menggunakan urugan tanah pada tahun 1995 lalu untuk memudahkan peziarah memasuki pulau tersebut.

Sebagai obyek wisata pantai, Pulau Cangkir merupakan obyek wisata ziarah karena di pulau ini terdapat makam Pangeran Jaga Lautan, Belum diketahui secara pasti sejarah asal mula keberadaan makam yang ramai dikunjungi peziarah dari berbagai wilayah di Nusantara ini, tetapi yang jelas menurut cerita yang berkembang di masyarakat, Pangeran Jaga Lautan adalah seorang ulama besar yang menurut silsilah berasal dari keturunan sultan - sultan Banten. Pulau Cangkir berjarak sekitar 30 km dari Pusat Pemerintahan Tiga Raksa.


Jalur yang dapat ditempuh:
Balaraja - Kronjo - P. Cangkir atau
Kota Tangerang - Sepatan - Kronjo - P. Cangkir


Sumber :
http://www.bantenculturetourism.com/index.php?option=com_content&task=view&id=12459&Itemid=34
28 Mei 2009


Wisata Bahari
Pemkab Tangerang Akan Perbaiki Pulau Cangkir

Pemerintah Kabupaten Tangerang, Banten, berencana memperbaiki sarana maupun prasarana pada objek wisata Pulau Cangkir di Kecamatan Kronjo mulai tahun anggaran 2009 mendatang karena saat ini kondisinya sangat memprihatinkan.

Bupati Tangerang H Ismet Iskandar kepada Antara, Senin lalu, mengatakan, pihaknya telah menganggarkan dana untuk perbaikan sarana objek wisata yang berada di kawasan perairan Laut Jawa itu.

Namun, Iskandar enggan menjelaskan berapa anggaran tersebut karena telah diagendakan oleh Badan Perencanaan Daerah (Bapeda) setempat untuk dibahas dan juga melibatkan dinas terkait lainnya.

"Semoga saja tahun depan kami memperbaiki sarana maupun prasarana umum di lokasi objek wisata tersebut demi menunjang arus wisatawan lokal maupun mancanegara yang berkunjung ke daerah ini," katanya.

Pihak pemerhati pariwisata di daerah ini mengeluh tentang keberadaan sarana umum pada objek wisata itu meski memiliki potensi besar bagi pemasukan dari sektor pariwisata bagi pemkab setempat.

Jika dikelola secara maksimal, tentu objek wisata Pulau Cangkir di Kronjo dapat memberikan pendapatan bagi Pemkab Tangerang. "Sebaliknya, jika sarananya dibiarkan begitu saja, tentu pelancong enggan datang," kata pemerhati pariwisata Muh. Saparudin.

Selain itu, jalan menuju objek wisata itu sepanjang 5,8 km rusak parah sehingga menyebabkan pengunjung enggan datang karena harus berjuang lebih dahulu agar sampai ke lokasi.

Padahal, seharusnya Pemkab Tangerang memperbaiki jalan karena menunjang program pemerintah pusat untuk kunjungan wisata terutama dari mancanegara maupun lokal dengan tajuk Visit Indonesia Year (VIY) 2008.

Bahkan tempat parkir atau sarana lain seperti tempat duduk atau tempat pedagang makanan tidak tersedia sehingga tampak semrawut dan mengganggu wisatawan saat mengunjungi objek wisata itu.

Meski objek wisata Pulau Cangkir merupakan salah satu dari puluhan agenda kunjungan wisata yang ditetapkan oleh Pemprov Banten dalam VIY, pemerintah daerah seakan kurang peduli untuk mendukung program itu.

Pulau Cangkir berada di salah satu gugusan pulau di perairan Laut Jawa. Di objek wisata tersebut terdapat makam yang dikeramatkan dan pada waktu tertentu banyak dikunjungi wisatawan lokal, terutama pada bulan Muharram tahun penanggalan Hijriah.

Objek wisata yang memiliki pasir putih dan hamparan pantai itu dapat dinikmati wisatawan sembari mencicipi aneka kuliner lokal berupa ikan bakar dan berbagai makanan laut lainnya. (Ami Herman)


Sumber :

http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=203668

4 Juli 2008

Pantai Tanjungpasir Terancam Tenggelam (Teluknaga)

Bisa jadi Tanjungpasir saat ini merupakan satu-satunya kawasan pantai yang masih bisa dinikmati sebagai objek wisata di pantai utara Tangerang. Di sini masih dapat dinikmati kehalusan pasir pantai dan embusan angin laut. Puluhan warung makan yang menyediakan hidangan makanan laut menambah semarak tempat wisata di sini.

Para pengunjung dapat pula naik kapal untuk sekadar berkeliling menikmati keindahan alam pantai utara bahkan sampai ke Kepulauan Seribu dari tempat ini. Karena hampir dapat dikatakan tidak ada lagi tempat di Tangerang selain Tanjungpasir yang layak dikunjungi sebagai lokasi objek wisata pantai. Karena yang bisa disaksikan hanyalah lahan yang rusak dan berlumpur.

"Mau ke mana lagi. Satu-satunya pantai yang ada pasirnya ya di sini. Lainnya lumpur semua," ujar Sutrisno, warga perumahan Pondok Permai Kutabumi, Mauk, Tangerang.

Sutrisno memang benar. Kerusakan di kawasan Pantai Utara Tangerang memang sudah sangat parah dan mencemaskan. Bahkan, sejumlah penduduk di beberapa wilayah terpaksa harus berpindah karena ombak besar telah menggeser tempat tinggal mereka.

Catatan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Tangerang menyebutkan, kerusakan di kawasan Pantai Utara Tangerang terjadi dan makin tidak terkendali mulai dari kecamatan Teluknaga, Pakuhaji, Sukadiri, Mauk, Kresek, Kronjo, hingga Sepatan.

Kerusakan karena abrasi ini mengakibatkan sejumlah pemukiman nelayan hilang tergerus air laut. Para nelayan terpaksa menggeser rumahnya ke lahan daratan karena setiap tahunnya kerusakan lahan karena abrasi ini mencapai puluhan meter. Bahkan, dalam tiga tahun ini ada kawasan yang kehilangan daratan hingga mencapai 500 meter. Selain pemukiman, puluhan hektare lahan tambak juga hilang tak berbekas.

Diketahui pula kerusakan wilayah pesisir pantai utara Tangerang akibat abrasi terjadi di 25 titik dengan tingkat kerusakan setiap titiknya sepanjang 300 - 500 meter. Namun, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tangerang tidak menyediakan dana untuk pencegahan abrasi ini. Bahkan, dalam APBD tahun 2005 ini, Pemkab Tangerang hanya mengalokasikan dana sebesar Rp 300 juta untuk membuat pemecah gelombang.

"Kita memang prioritaskan pemecah gelombang dulu. Karena dengan pemecah gelombang, sedimentasi laut akan berkurung dan nantinya bisa dijadikan daratan. Baru setelah itu, lahan ini bisa ditanami dengan pohon bakau," ujar Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Tangerang, Didin Samsudin kepada Pembaruan di ruang kerjanya, Rabu (6/4).

Di Tangerang, keberadaan hutan bakau atau hutan mangrove nyaris tidak ada lagi. Pada tahun 2002 pernah ada program penanaman bakau tetapi proyek APBD senilai Rp 2,5 miliar ini gagal total karena gerusan air laut lebih besar dan menumbangkan serta menghanyutkan pohon-pohon yang ditanam.

Hal ini dikarenakan penanganan kawasan yang terkena abrasi kurang didukung dengan teknologi. Pohon bakau ditanam di ka-wasan berlumpur, padahal dalam kondisi yang demikian tanaman lebih mudah tumbang dan hanyut terbawa ombak. Sehingga tidak satu batang pun pohon bakau ini tumbuh.


Tak Sediakan Dana

Menurut Didin, kerusakan wilayah pesisir pantai utara Tangerang akibat abrasi terjadi di 25 titik dengan tingkat kerusakan setiap titiknya sepanjang 300 - 500 meter. Namun, Pemkab Tangerang tidak menyediakan dana untuk pencegahan abrasi ini. Bahkan, dalam APBD tahun 2005 ini, pemkab hanya mengalokasikan dana sebesar Rp 300 juta untuk membuat pemecah gelombang.

"Tapi saya belum yakin betul apa dana sebesar itu cukup untuk pembangunan pemecah gelombang. Sebab, untuk bangunan sepanjang 100 meter dibutuhkan dana sekitar Rp 500 juta," ujar Didin Samsudin.

Minimnya dana untuk pencegahan abrasi di sepanjang 51 km wilayah pantai utara itu karena terbatasnya anggaran yang disediakan Pemkab Tangerang. Daerah ini memang belum memprioritaskan anggarannya untuk perbaikan lingkungan.

Permasalahan lain dalam mengatasi kerusakan lahan adalah masih terjadinya tumpang-tindih kepemilikan lahan antara Pemkab Tangerang dengan Departemen Kehutanan.

Menurut Didin, Departemen Kehutanan harusnya melakukan pemetaan ulang kawasan yang diklaim sebagai kewenangannya karena kenyataan di lapangan banyak lahan yang sudah terkikis habis. Jika pun dikatakan sebagai hutan mangrove, kata Didin, sekarang ini justru hampir sudah tidak ada akibat abrasi dan eksploitasi besar-besaran di bidang pertambakan.

Bahkan, berdasarkan foto udara tahun 2002, kerusakan sudah sangat parah dan tidak mungkin dilakukan perbaikan dalam waktu cepat. Untuk penanaman pohon bakau saja sudah tidak mungkin karena akan sia-sia. Lahan di kawasan pantai juga tidak produktif karena sedimentasinya sudah sangat tinggi dan sulit diperbaiki, karena kerusakan sudah mencapai puluhan ribu hektare dengan kerusakan mencapai antara 600 meter hingga 1 km dari bibir pantai.

Pemecah gelombang yang pernah dibangun di Mauk, kini rusak akibat hantaman ombak yang memang sangat besar serta kurangnya pemeliharaan. Demikian pula penanaman hutan bakau semua tidak ada yang bisa diselamatkan karena terbawa arus ombak. Salah satu upaya adalah dengan reklamasi. Namun tentunya membutuhkan dana yang besar.

Sementara hasil penelitian yang dilakukan Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Tangerang beberapa waktu lalu memperkirakan sekitar 197,3 hektare lebih perkampungan nelayan yang sudah tersapu bersih oleh ombak besar. Bahkan, ada beberapa rumah nelayan sudah terendam air laut. Diperkirakan pula intrusi air laut sudah mencapai 5 km dari garis pantai.

Jika Dinas Lingkungan Hidup mencatat kerusakan kawasan pantai terjadi di 25 titik, Dinas Perikanan dan kelautan Kabupaten Tangerang mencatat abrasi terjadi hanya di 21 titik. Panjang pantai yang terus menyusut itu mencapai sekitar 12,6 km setara dengan 24 persen panjang pantai.

Sedangkan panjang pantai di Kabupaten Tangerang mencapai 51 km dan yang mengalami abrasi di setiap titik bervariasi antara 600 hingga 800 meter.

Jika dikalkulasi setiap titik mengalami abrasi sepanjang 600 meter, maka panjang pantai yang terkena abrasi sudah mencapai 12,6 kilometer. *

Pembaruan/Dewi Gustiana


Sumber :
http://www.suarapembaruan.com/News/2005/04/09/Jabotabe/jab14.htm
9 April 2005

Pantai Utara Tangerang Segera Direklamasi

Pantai Utara Kabupaten Tangerang dalam waktu dekat segera direklamasi. Pemerintah setempat sudah mendapat izin Pemda Banten untuk membangun kawasan Kota Baru di sana dengan mereklamasi laut.

"Rekomendasi dari Pemerintah Provinsi Banten telah kami dapatkan," ujar Wakil Wali Kota Tangerang Rano Karno kepada wartawan akhir pekan lalu.

Dikatakan, Pemkab Tangerang sudah merencanakan kawasan kota baru sejak tahun 1995 untuk menjadikan kawasan Utara Tangerang sebagai pusat perekonomian baru. Dengan surat rekomendasi Provinsi Banten, pembangunan berarti tinggal menunggu rekomendasi pemerintah pusat.

Pembentukan kawasan ekonomi baru untuk memperoleh pendapatan asli daerah yang baru menggantikan Tangerang Selatan yang kini sudah berdiri sendiri. Sejak berpisah. Kabupaten Tangerang kehilangan PAD sekitar Rp 600 miliar.

Nantinya, Pantura Tangerang, kata Rano, ditata menjadi sebuah kawasan kota modern dan terpadu serta dilengkapi hotel, pusat perniagaan modern, dan permukiman elite serta pelabuhan peti kemas. Proyek inilah yang akan menjadi sumber pendapatan dan sentra ekonomi bisnis baru wilayah berpenduduk tiga juta lebih itu.

Rano Karno mengatakan, proyek reklamasi yang akan dilakukan Pemerintah Kabupaten Tangerang tersebut dijamin ramah lingkungan dan sesuai dengan program global warming.

"Reklamasi akan dilakukan dengan sistem folder, yaitu mengeringkan dasar laut, bukan mereklamasi laut. Kami tidak membangun di atas laut, tapi reklamasi yang akan diterapkan dengan sistem folder," katanya.

Sistem folder, yaitu mengeringkan dasar laut melalui pembuatan tanggul dan sistem pengaturan drainase.

Kepala Dinas Tata Ruang Kabupaten Tangerang, Didin Samsudin menambahkan, reklamasi pantai utara Tangerang seluas 8.000 hektare akan dimulai tahun 2010 mendatang dengan investasi sedikitnya Rp 20 triliun ini akan dikerjakan oleh konsorsium dari Tiongkok dan Singapura.

"Semua persiapan sudah hampir selesai, kami targetkan akhir 2010, tahap konstruksi sudah dilakukan," ujarnya.

Adapun, investor didatangkan dari Tiongkok dan Singapura karena kedua negara itu telah berhasil melakukan kegiatan reklamasi dan pengurukan laut tanpa merusak lingkungan.

"Tiongkok dengan teknologi reklamasinya dan Singapura dengan teknologi pengurukan lautnya," kata Didin yang masih merahasiakan nama investor.

Untuk tahap awal, kata Didin, pihaknya akan membangun pelabuhan berskala internasional, peti kemas, dan pusat niaga di kawasan pantai utara Tangerang, yaitu pelabuhan ikan samudera di dekat Muara Cituis dan pelabuhan peti kemas di Kosambi. Setelah berkembang, baru dilanjutkan dengan pembangunan hunian dan kawasan perkotaan.

Seperti pernah diberitakan SP pengembangan kawasan pantura merupakan impian megaproyek Pemda Kabupaten Tangerang, dan digulirkan sejak 1995 melalui Keppres 73/1995 tentang Reklamasi Pantai Teluk Naga.

Lahan yang akan disiapkan berupa 4.000 ha tanah darat berada di Kecamatan Kosambi, Teluk Naga dan Pakuhaji, ditambah 4.000 lainnya merupakan areal hasil menguruk laut di lepas pantai ketiga wilayah tersebut.

Dalam perubahan tata ruang tersebut, pemerintah berencana menjadikan pesisir pantai utara sebagai kawasan wisata terpadu. Perubahan RUTR tersebut tertuang dalam Peraturan Daerah No 5 tahun 2002 tentang perubahan Tata Ruang Daerah yang merupakan implementasi Peraturan Pemerintah No 47 Tahun 1997 tentang Perubahan Tata Ruang Nasional. [132]


Sumber :
http://www.suarapembaruan.com/News/2010/01/19/Jabotabe/jab06.htm
19 Januari 2010

Kerusakan Pantai Utara Tangerang Ancam Penduduk

Kerusakan parah pesisir Pantai Utara Tangerang, Banten, karena abrasi diakui Kepala Badan Lingkungan Hidup Daerah Kabupaten Tangerang, Odang Masduki.

Dia melihat, pengikisan pantai oleh tenaga gelombang dan arus laut yang merusak tanah daratan itu kini kini telah mengancam kehidupan masyarakat yang bermukim di pinggir pantai tersebut. ”Kondisi lahan yang tergerus abrasi sudah sangat parah,” kata Odang, Selasa (19/1).

Odang mengungkapkan, abrasi di Pantai Utara Tangerang tiap tahun terus bertambah dan meluas sehingga banyak lahan dan rumah penduduk berubah menjadi lautan. ”Banyak sertifikat miliki warga di atas laut,” katanya. Sebutan itu untuk rumah dan tanah milik warga yang telah terendam air laut.

Dia mengaku sangat prihatin dengan kondisi pantai dan nasib warga yang kini masih bertahan dibibir pantai tersebut. Berdasarkan data terbaru Badan Lingkungan Hidup Daerah Kabupaten Tangerang, abrasi kini telah mengerus 13,8 kilometer dari 51 kilometer total panjang pantai di Kabupaten Tangerang.

Luas lahan kritis akibat erosi pantai itu kini mencapai 25 hektar sepadan pantai yang memanjang dari pantai Dadap, Kosambi, hingga pesisr Pantai Kronjo.

Menurut Odang, tiap tahun dianggarkan Rp 300 juta dalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah untuk program penanaman hutan bakau dan pembuatan break water (pemecah gelombang) yang hanya mengatasi dua hektare lahan yang telah rusak.

Odang mengakui jika penanganan abrasi di Kabupaten Tangerang selama ini hanya bisa dilakukan secara parsial. Hal ini dilakukan karena terbatasnya anggaran pemerintah daerah. ”Masalah abrasi semestinya harus dilakukan secara konfrehensif dan menyeluruh oleh pemerintah provinsi dan pemerintah pusat,” katanya.

Tempo sempat memantau Pantai Karang Serang, Kecamatan Sukadiri, Tangerang, melihat sepanjang bibir pantai sudah terlihat rusak karena tergerus ombak. Abrasi terus meluas dan memanjang hingga menghabiskan rumah penduduk.

Saat ini, jarak lautan dengan rumah penduduk dan jalan utama desa itu hanya sekitar lima meter saja. Sebagian bibir pantai yang rusak sudah dibangun break water yang terdiri dari susunan batu.

Angin kencang dan gelombang yang tinggi semakin menyulitkan masyarakat pesisir yang bertahan hidup dari menjala ikan dan berdagang kecil-kecilan. Seringkali, rumah penduduk yang hanya berjarak tiga meter dari bibir pantai roboh diterjang angin dan ombak.

”Saya sudah berapakali pindah, tadinya rumah saya berada di sana,” ujar Nafsiah, 50 tahun, warga setempat sambil menunjuk tumpukan batu yang ada di tengah laut sekitar 15 meter dari pinggir pantai.

Rumah yang ditempati Nafsiah bersama suami dan tiga anaknya adalah sebuah bangunan semi permanen yang dibuat dari kayu dan bambu. Tempat itu dia jadikan rumah sekaligus tempat usaha.

Sementara suaminya, bekerja sebagai nelayan. ”Saya sudah menetap di sini sejak 1981,” katanya. Sejak saat itu, Nafsiah menuturkan, ia sudah puluhan kali pindah rumah karena lahan tempat tinggalnya selalu tergerus air laut.

Joniansyah

Sumber :
http://www.tempointeraktif.com/hg/tata_kota/2010/01/19/brk,20100119-220078,id.html
19 Januari 2010

Abrasi Tangerang Utara Memprihatinkan

Tingkat abrasi (pengikisan) Pantai kabupaten Tangerang hingga kini mencapai 51 persen dari total keseluruhan, yaitu 51 kilometer. Hal ini disebabkan oleh arus pantai yang cukup deras, tanggul penahan air yang lemah, kurangnya lahan hutan bakau, serta sisa-sisa eksplorasi pasir laut liar yang terjadi sekitar 3-5 tahun lalu.

Abrasi pantai di kawasan Tanjung Pasir, Teluk Naga, Tangerang, semakin parah. Tingkat pengikisan pantai atau abrasi di sepanjang pantai laut utara, terutama di Kecamatan Sukadiri sudah sangat mengkhawatirkan. Dua desa yakni Desa Karang Serang dan Desa Tanjung Kait terancam tergenang menjadi lautan.

Puluhan rumah penduduk kini berjarak tak lebih dari 10 meter dari bibir pantai. Ombak yang terus menggerus kawasan tersebut dikhawatirkan akan menyapu bersih rumah-rumah penduduk. Faktor penyebab abrasi ini adalah faktor alam dan penggalian pasir yang dulu dilakukan warga setempat.
“Abrasi pesisir Tanjung Pasir, Teluk Naga ,karang serang dan Tanjung Kaitjuga semakin parah meski saat ini penduduk setempat tak lagi menggali dan menjual pasir pantai,” kata Direktur Eksekutif Komunike Tangerang Utara Budi Usman di Teluk Naga, Minggu (18/1/09).

Abrasi pantai di kawasan utara Kabupaten Tangerang, Banten, terus bertambah sejak enam bulan terakhir hingga mencapai sekitar 20 km dan mulai menggerus lahan perkebunan dan tambak.
Sedangkan di Kecamatan Sukadiri, lahan produktif berupa perkebunan mulai diterjang ombak, sehingga kawasan tersebut sebagian mulai hilang.Bahkan aneka tumbuhan seperti pohon kelapa dan tanaman pelindung lainnya tumbang dan hanyut terbawa ombak karena lahan sekitar terus-menerus dihantam gelombang.Demikian pula sebuah sekolah dasar di Tanjung Kait, Mauk, terancam rubuh karena dinding kelas sudah mulai dekat dengan bibir pantai, padahal ketika dibangun jaraknya relatif jauh dari pantai dan dianggap aman dari ganasnya ombak.

Akibat abrasi, sebuah lapangan sepakbola di Desa Karang Serang, Kecamatan Sukadiri hilang ditelan air dan saat ini. Sementara itu, Uyus Setia Bhakti, pemerhati lingkungan dari Yayasan Peduli Lingkungan Hidup (YAPELH) Tangerang mengatakan, masalah abrasi harus serius ditanggapi pemerintah daerah, bila tidak maka banyak daratan akan berubah menjadi laut.”Bila abrasi itu tidak ditangani serius, maka perairan Laut Jawa terus meluas sedangkan daratan semakin menyempit,” katanya.Dia mengatakan, abrasi di pantai utara Tangerang bukan saja disebabkan terjangan ombak melainkan adanya kegiatan pengambilan pasir laut secara liar.Selain itu, pemerintah daerah juga harus menertibkan sejumlah bangunan liar yang berdiri di bibir pantai demi mengurangi abrasi.Pembangunan turap, katanya, dianggap tidak maksimal dan perlu adanya kesadaran bersama untuk menanam pohon bakau supaya dapat menahan gelombang.

Warga di sana mengakui, masyarakat setempat dulu memang menggali pasir untuk dijual kepada pihak swasta. Pasir-pasir tersebut digunakan sebagai bahan bangunan. Di kawasan tersebut, dahulu juga dilakukan penjualan air laut untuk budidaya kerang. Akan tetapi, saat ini, jual beli dan penggalian pasir itu sudah dilakukan. Bahkan, saat ini yang paling dibutuhkan warga Tanjung Pasir justru keseriusan Pemerintah Kabupaten Tangerang untuk menghambat abrasi agar tidak menjadi makin parah.

Dalam pengamatan penulis, pesisir Tanjung Pasir,karang serang dan Tanjung Kait sepanjang tiga kilometer sudah jauh menjorok ke darat. Abrasi pun telah menyusutkan lebar pantai hingga tinggal beberapa meter saja. Di beberapa lokasi, penduduk membuat tanggul batu kali atau menempatkan kantung-kantung pasir. Jarak bibir pantai dengan rumah-rumah penduduk terkadang tidak sampai lima meter, sehingga bila pasang tiba, rumah-rumah penduduk tergenang.

Di perairan dangkal tampak beberapa pohon kelapa yang hampir mati. Pohon-pohon tersebut ada yang berjarak 10 meter, ada pula yang berjarak 30 meter dari garis pantai ke arah laut. Bahkan, rangka bangunan dan warung bekas milik warga sekarang ini juga terlihat masih berdiri di perairan dangkal.Sangat cepat Menurut penduduk setempat, areal di mana pohon-pohon kelapa sekarang berdiri di tengah laut itu dulu merupakan kebun kelapa.

“Abrasi di sini terjadi dengan cepat, terutama sekitar tahun 1999-2003. Dalam kurun waktu tersebut, di kawasan Tanjung Pasir ini belasan rumah penduduk tersapu ombak, bahkan dua lapangan bola tempat bermain warga terendam hingga menjadi laut. Penduduk yang tadinya tinggal sekitar 50 meter ke arah laut dari garis pantai sekarang membangun rumah kembali ke arah darat, sehingga permukiman nelayan di sini menjadi penuh sesak,” kata Yani, seorang nelayan.
Menurut dia, penduduk setempat banyak yang memiliki surat girik namun tidak ada lagi tanahnya. Banyak di antara mereka yang menggadaikan surat tanahnya ke bank dengan hanya mendapatkan uang gadai Rp 1 juta-Rp 2 juta. Namun tak jarang penduduk yang merasa frustrasi merobek-robek dan membuang surat girik tersebut.

Di bagian barat kawasan Tanjung Pasir bahkan terdapat sebuah kebun kelapa seluas empat hektar yang belum lama terendam air laut. Saat ini, kawasan tersebut dibendung dengan tanggul kantong pasir oleh masyarakat setempat.Yang merisaukan, tanggul kantong pasir itu mempunyai lebar sekitar empat meter, sementara di belakang tanggul terdapat lahan tambak seluas sekitar 10 hektar. Yani khawatir tanggul itu suatu saat jebol.

Kerusakan pesisir Tanjung Pasir sebenarnya disebabkan pula oleh rusaknya hutan bakau di sepanjang pantai. Apalagi saat ini, terpaan ombak yang didorong angin kencang begitu besar.
Pada tahun 2002, Pemerintah Kabupaten Tangerang pernah menanam 165.000 pohon bakau di beberapa tempat, tetapi sekarang sudah musnah Tingkat pengikisan pantai atau abrasi di sepanjang pantai laut utara, terutama di Kecamatan Sukadiri sudah sangat mengkhawatirkan. Dua desa yakni Desa Karang Serang dan Desa Tanjung Kait terancam tergenang menjadi lautan.

Dari tahun lalu, semula abrasi melanda pesisir sekitar 30 kilometer panjangnya dan sekitar ratusan meter dari garis pantai. Namun saat ini daratan yang digerus ombak menjadi lautan bertambah 2 sampai 3 kilometer pada pesisir sepanjang 50 kilometer.

Namun hingga kini baik pemerintah Desa, kecamatan hingga pemerintah Kabupaten Tangerang tidak merespon usaha tersebut, tetapi sebaliknya terkesan menutup mata. “Biasa pemerintah mah begitu, kalau belum ada korban masih tenang saja, karena mereka hingga kinipun mereka tidak menggubris,” kata Madsani. Dia mengungkapkan, setiap hari tanah yang tergerus ombak terus meluas menjorok ke darat. Akibat peristiwa ini, masyarakat sekitar pesisir merasa cemas dan khawatir menjadi korban abrasi. Dengan meluasnya abrasi di dua desa di Kecamatan Sukadiri ini, ratusan rumah terancam terkikis.

Informasi yang dihimpun menyebutkan, pemerintah daerah sebelumnya telah menyediakan lahan ditanami pohon bakau (mangrove), tetapi ditebangi warga setempat untuk keperluan bahan kayu. Selain itu, juga tekah dibangun turab yang terbuat dari bambu. Turab tersebut rusak, karena tidak kuat menahan ombak.

Dibagian lain, ketika ditanyakan permintaan membangun tanggul permanen di dua desa itu, Kepala Dinas PU Binamarga, Dedi Sutardi mengatakan, pihaknya akan melakukan koordinasi dengan Dinas Perikanan dan Kelautan (DPK) dan sebelumnya harus dilakukan kajian terlebih dahulu atas pembangunan tanggul itu. “Mesti dikaji dulu. Mendesak atau tidak?,” kata Dedi. Bahkan Pemkab Tangerang beberapa waktu lalu pernah mengerjakan proyek turap mengunakan bambu di pantura tapi hasilnya belum memadai. Demikian pula guna mengurangi kecepatan gelombang, di bibir pantai disusun batu belah mengunakan kawat, namun akibat kuatnya terjangan gelombang, maka sebagian batu akhir berderakan di dasar laut.

Sementara itu, Bupati Tangerang, H. Ismet Iskandar mengatakan dirinya prihatin terhadap gelombang pasang yang menghantam kawasan pantura belakangan ini sehingga merugikan penduduk terutama para nelayan.Pihak Pemkab Tangerang, katanya, sudah peduli terhadap masalah ini dengan memasang batu belah tersusun kawat tapi gelombang besar sulit untuk dijinakkan karena adanya kekuatan alam.

KITA berharap agar penduduk yang berada di dekat pantai supaya secepatnya pindah ke lokasi yang lebih aman agar dapat menghindari bencana,dan semoga pemerintah dapat melakukan antisipasi komprehensif dan serius agar jangan sampai “bencana” tersebut makin meluas dan dahsyat !!!***


Sumber :
Budi Usman
http://sosbud.kompasiana.com/2010/04/26/abrasi-tangerang-utara-memprihatinkan/
26 April 2010

Tangerang Utara Mencuat Lagi

Meski Kota Tangerang Selatan (Tangsel) belum terbentuk, namun aspirasi untuk membentuk daerah otonom baru di Kabupaten Tangerang kembali muncul.

Masyarakat bagian utara Kabupaten Tangerang yang sejak lama mewacanakan pembentukan Kabupaten Tangerang Utara kembali mencuatkan keinginan ini, dengan membentuk Badan Koordinasi Persiapan Pembentukan Kabupaten Tangerang Utara (Bakor PPKTU).

Anggota DPRD Kabupaten Tangerang asal bagian utara Kabupaten Tangerang Ozi Saerozi menegaskan, aspirasi masyarakat untuk membentuk Kabupaten Tangerang Utara sudah lama. Sehingga, tak mustahil Kabupaten Tangerang Utara akan terbentuk, setelah Kota Tangerang Selatan disahkan.

”Aspirasi itu sudah lama. Sekarang masyarakat menegaskannya kembali, dengan membentuk badan koordinasi pada Sabtu (9/2) lalu,” kata Ketua Fraksi Partai Golkar DPRD Kabupaten Tangerang ini, Senin (11/2).

Sekadar mengingatkan, aspirasi terbentuknya Kabupaten Tangerang Utara ini berbarengan dengan aspirasi pembentukan Kota Tangerang Selatan. Namun dalam perjalanannya, aspirasi pembentukan Kota Tangerang Selatan lajunya lebih cepat, yang pada akhirnya sampai ke meja pemerintah pusat.

Diyakini, Kota Tangerang Selatan ini akan terwujud pada tahun ini, mengingat amanat presiden (ampres) telah terbit, yang intinya perintah agar Mendagri membahasnya bersama DPR RI.

Aspirasi yang berkembang Kabupaten Tangerang Utara terdiri dari sembilan kecamatan, masing-masing Kecamatan Mauk, Rajeg, Kemiri, Sepatan, Sepatan Timur, Sukadiri, Pakuhaji, Kosambi, dan Teluknaga.

Ketua I Badan Koordinasi Persiapan Pembentukan Kabupaten Tangerang Utara Haris Mansyur mengungkapkan, seusai pembentukan bakor, langkah selanjutnya adalah menghimpun tanda tangan dari seluruh pengurus dan anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) maupun lembaga pemberdayaan masyarakat (LPM) di kelurahan.

Tanda tangan dukungan ini selanjutnya akan diajukan ke bupati Tangerang. Hal ini diatur dalam UU Nomor 32/2004 tentang Pemerintah Daerah dan PP Nomor 78/2005 tentang Tata Cara Pembentukan Daerah.

Sementara itu, Asda I Pemkab Tangerang Mas Iman Kusnandar berharap bakor dapat mempersatukan potensi yang ada di masyarakat dalam satu wadah.

”Sehingga, masyarakat itu solid memperjuangkan aspirasi terwujudnya daerah otonom baru,” ungkap Mas Iman, ketika memberi sambutan dalam pembentukan Bakor PPKTU.
Dalam setiap kesempatan, Bupati Tangerang Ismet Iskandar mengungkapkan, jika memang memungkinkan dibentuk menjadi daerah otonom baru, Kabupaten Tangerang Utara bakal terbentuk. Begitu pun dengan Tangerang bagian barat, yang terdiri dari Kecamatan Tigaraksa, Balaraja, dan sekitarnya.

Sehingga, wilayah Tangerang terdapat lima kabupaten dan kota, yakni Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan, Kabupaten Tangerang Utara, dan Kabupaten Tangerang Barat.jpnn


Sumber :
http://www.rakyatmerdeka.co.id/nusantara/index.php?q=news&id=7567
12 Februari 2008

Tangerang Utara Jadi Kawasan Industri Perikanan

Kawasan Tangerang Utara dinilai memiliki potensi perikanan tangkap yang belum tereksplorasi secara maksimal, serta masih memiliki potensi yang sangat besar untuk digarap. Melihat fakta ini, Pemerintah Kabupaten Tangerang berniat untuk mengubah Tangerang Utara, yang 80 persen masyarakatnya hidup dari sektor pertanian, menjadi kawasan industri berbasiskan perikanan dan kelautan.

Menurut Kepala Badan Pemerintah Daerah Kabupaten Tangerang, Benyamin Davnie, masyarakat di sekitar Tangerang Utara sudah siap bergelut di sektor industri tersebut. Saat ini, pemerintah telah mempersiapkan program-program yang terkait industri ini. "Tahun depan, kami berencana akan melakukan revisi terhadap Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Tangerang. Hal ini diatur oleh Undang-Undang No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang di Indonesia," ujar Benyamin kepada Kompas.com, Selasa (11/11) di Jakarta.

Guna mempersiapkan sumber daya manusia yang handal, Pemkot telah merencanakan membangun sekolah-sekolah kejuruan di bidang perikanan, industri, dan pariwisata di wilayah Tangerang Utara. Pembangunan ini dimulai tahun 2009. Sementara itu, persiapan lahan sekolah tersebut diharapkan selesai tahun ini.

Benyamin menjamin, perubahan tersebut tidak akan memberikan dampak lingkungan yang buruk. "Konsep industri ini bukan mengubah areal daratan, namun lebih ke reklamasi pantai," ujarnya.

Selain itu, industri ini juga dinilainya tidak akan mematikan mata pencarian nelayan tradisional. "Tidak seluruh pantai akan diperuntukkan untuk industri ini. Hanya sekitar 30-40 persen saja. Nelayan tradisional tetap pada posisinya sekarang. Baik nelayan tradisional dan industri akan memiliki catchment areal-nya masing-masing," ujarnya.

Hingga saat ini, Benyamin mengaku sudah ada beberapa investor di Korea yang menyatakan secara informal bahwa tertarik berinvestasi. Ia juga mengatakan akan menyediakan fasilitas pelabuhan dalam skala terbatas yang ditujukan untuk mendorong perkembangan industri ini.


Sumber :
Kompas.com, dalam
http://www.infoanda.com/linksfollow.php?lh=BwEEUAcOVAAC
11 November 2008

Wilayah Pantai Utara Kabupaten Tangerang Akan Dikembangkan

Dalam konsep Jabodetabekpunjur, struktur pusat pelayanannya diarahkan pada pengembangan Jakarta sebagai kota inti dengan beberapa kota satelit yaitu Tangerang, Bogor, Depok, Bekasi, dan kota lainnya seperti Bumi Serpong Damai (BSD). UU no.24/1992 tentang Penataan Ruang dan RTRWN mengamanatkan bahwa Kawasan Jabodetabekpunjur merupakan kawasan tertentu sehingga diperlukan adanya interdependensi antara kota dan kabupaten dalam lingkup Jabodetabekpunjur yang dapat dituangkan dalam Rencana Tata Ruang yang bersifat menyeluruh. Demikian dijelaskan oleh Dirjen Penataan Ruang Hermanto Dardak dalam pertemuan dengan Pemda Kab. Tangerang di Jakarta (27/6).

Lebih lanjut Hermanto Dardak mengatakan bahwa dengan konsep tersebut maka guna lahan di pantai utara dalam lingkup Kawasan Jabodetabekpunjur tersebut perlu dipertimbangkan kembali, khususnya dengan mempertimbangkan aspek lingkungan. Secara sekilas Hermanto juga mengungkapkan mengenai struktur dan pola pemanfaatan ruang di Jabodetabekpunjur sebagai gambaran bahwa memang Jabodetabekpunjur secara ekologis harus ditata sebagai satu kawasan karena memiliki hubungan langsung, termasuk Kota Tangerang dengan Puncak yang memiliki keterkaitan karena dilewati oleh Sungai Cisadane.

Kepala Dinas Tata Ruang Tangerang Didin Samsudin dalam paparannya menyampaikan mengenai letak wilayah, kondisi umum pantura Kab. Tangerang, kependudukan, topografi, guna lahan eksisting, potensi dan permasalahan kawasan pantura Kab. Tangerang, upaya pemecahan masalah, serta usulan rencana pola pemanfaatan dan struktur ruang untuk Wilayah Pantura Kab. Tangerang pada Raperpres RI tentang Penataan Ruang Kawasan Jabodetabekpunjur.

Saat ini ada dua usulan yang terkait dengan Kawasan Jabodetabekpunjur, khususnya untuk pengembangan wilayah Pantura Kab. Tangerang yaitu usulan berdasarkan Raperpres Jabodetabekpunjur serta usulan dari pihak Kab. Tangerang sendiri. Dalam hal ini Deputi Bidang Tata Lingkungan Kantor Kementerian Lingkungan Hidup Arie Djoekardi mengungkapkan aspek-aspek yang perlu diperhatikan dalam mengelola kawasan pantura tersebut. Arie menyebutkan 3 aspek yaitu pembangunan ekonomi, pembangunan sosial budaya masyarakat dan perlindungan lingkungan. 3 aspek ini merupakan pilar pembangunan berkelanjutan, jelas Arie. Selain ke-3 pilar itu, ada 5 aspek lagi yang harus dipertimbangkan yaitu aspek hukum, aspek teknologi, aspek pendanaan, aspek pembangunan infrastruktur, serta aspek pengembangan wilayah.

Dalam pertemuan yang dihadiri oleh para pejabat terkait dari Ditjen Penataan Ruang, Kantor Menko Perekonomian, Bappenas, Kantor Kementerian Lingkungan Hidup, Bappeda Kab. Tangerang dan Dinas Tata Ruang Kab. Tangerang, serta BKSP Jabodetabek ini, secara singkat dipaparkan pula mengenai beberapa ilustrasi konstruksi bangunan di Belanda yang harus menyesuaikan dengan karakteristik lahan karena sebagian besar wilayahnya terletak di bawah permukaan laut, yang disampaikan oleh Perwakilan dari Witteven+Bos Indonesia, Friso Roest.

Beberapa masukan dilontarkan pula oleh peserta pertemuan terkait dengan rencana pengembangan wilayah Pantura Kab. Tangerang tersebut. Di akhir pertemuan disepakati untuk membentuk Tim Kecil yang akan mengkaji lebih lanjut mengenai aspek-aspek yang telah disampaikan oleh Arie Djoekardi sebagai bahan pertimbangan rencana pengembangan wilayah Pantura Kab. Tangerang.


Sumber :
http://www.penataanruang.net/detail_b.asp?id=218
3 mei 2006

Bupati Tangerang Wacanakan Kabupaten Baru

Bupati Tangerang Ismet Iskandar kembali mewacanakan pembentukan dua wilayah baru di Kabupaten Tangerang, masing-masing Kabupaten Tangerang Utara dan Kabupaten Tangerang Tengah. Lebih jauh bupati mengatakan berkas pemekaran dua wilayah tersebut sudah disampaikan ke Badan Legislatif DPR RI . " Berkas sudah kita masukan ke DPR, tinggal menunggu pembahasannya," kata Ismet, Jumat (14/11).

Kabupaten Tangerang baru baru ini telah memekarkan bagian Selatan Kabupaten Tangerang menjadi Kota Tangerang Selatan. Ismet menjelaskan, rencananya Kabupaten Tangerang Utara terdiri dari 11 kecamatan, masing-masing Kosambi, Pakuhaji, Sukadiri, Sepatan, Kemiri, Gunung Kaler, Sepatan Timur, Rajeg, Teluknaga, Kronjo, dan Mauk. Sedangkan di Kabupaten Tangerang Tengah terdiri dari enam kecamatan, masing-masing Kelapa Dua, Pagedangan, Cikupa, Panongan, Legok, dan Cisauk.

"Pembentukan dua daerah baru itu kita lakukan setelah melihat aspirasi masyarakat bawah," tutur Ismet.

Namun keinginan Pemkab Tangerang itu masih menimbulkan sikap pro dan kontra di masyarakat. Sebagian masyarakat di wilayah utara Kabupaten Tangerang malah mempertanyakan sikap Pemerintah Kabupaten Tangerang yang dinilai tergesa-gesa menggaungkan rencana pembentukan daerah otonom baru di Kabupaten Tangerang bagian utara (Pantura).

Seperti masyarakat di wilayah Kecamatan Teluknaga misalnya, masih menolak pembentukan Kabupaten Tangerang Utara. Masyarakat di wilayah itu menilai saat ini belum saatnya wilayah Pantura dimekarkan dari Kabupaten Tangerang.

Hal itu karena kondisi serta ketersediaan infrastruktur di wilayah Pantura belum memadai. Selain itu, saat ini belum ada satu persepsi diantara elemen masyarakat untuk pembangunan di wilayah utara Kabupaten Tangerang.

Mereka juga menilai munculnya aspirasi pembentukan Kabupaten Tangerang Utara itu lebih dikarenakan adanya kepentingan elite yang menginginkan kekuasaan. Sebab dari hasil roadshow BPD di beberapa kecamatan, sebagian besar warga dan unsur elemen masyarakat di wilayah Pantura tidak tahu menahu rencana pemekaran Kabupaten Tangerang.

"Yang paling perlu dilakukan sekarang adalah pembenahan infrastruktur dan SDM. Bukannya pemekaran," kata Ketua Forum BPD se-Kecamatan Teluknaga, Subur Maryono.

Menurut dia, pemekaran hanya akan melahirkan kekuasaan baru yang menindas dan membuka peluang korupsi baru. Ini karena kebanyakan yang berkepentingan dengan pembentukan Kabupaten Tangerang Utara adalah tokoh yang dikenal dekat dengan penguasa di Pemerintahan Kabupaten Tangerang saat ini.

"Rencana pemekaran ini sudah seperti sebuah skenario untuk kepentingan kelompok para birokrasi di pemerintahan. Dalam waktu dekat, BPD akan mengumpulkan tandatangan penolakan untuk disampaikan kepada Bupati dan DPRD," kata Subur.

Senada juga disampaikan Sekretaris Umum BPD se-Kecamatan Teluknaga Muslim HMS dan Ketua Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) se-Kecamatan Teluknaga, Irawan. Menurut mereka selama ini masyarakat Pantura hanya dijadikan alat dan dibohongi oleh orang-orang yang berkepentingan dalam pembentukan Kabupaten Tangerang Utara itu. (Ant/MI/
PAB)


Sumber :
http://web.pab-indonesia.com/content/view/20048/9/
15 November 2008