Dalam konsep Jabodetabekpunjur, struktur pusat pelayanannya diarahkan pada pengembangan Jakarta sebagai kota inti dengan beberapa kota satelit yaitu Tangerang, Bogor, Depok, Bekasi, dan kota lainnya seperti Bumi Serpong Damai (BSD). UU no.24/1992 tentang Penataan Ruang dan RTRWN mengamanatkan bahwa Kawasan Jabodetabekpunjur merupakan kawasan tertentu sehingga diperlukan adanya interdependensi antara kota dan kabupaten dalam lingkup Jabodetabekpunjur yang dapat dituangkan dalam Rencana Tata Ruang yang bersifat menyeluruh. Demikian dijelaskan oleh Dirjen Penataan Ruang Hermanto Dardak dalam pertemuan dengan Pemda Kab. Tangerang di Jakarta (27/6).
Lebih lanjut Hermanto Dardak mengatakan bahwa dengan konsep tersebut maka guna lahan di pantai utara dalam lingkup Kawasan Jabodetabekpunjur tersebut perlu dipertimbangkan kembali, khususnya dengan mempertimbangkan aspek lingkungan. Secara sekilas Hermanto juga mengungkapkan mengenai struktur dan pola pemanfaatan ruang di Jabodetabekpunjur sebagai gambaran bahwa memang Jabodetabekpunjur secara ekologis harus ditata sebagai satu kawasan karena memiliki hubungan langsung, termasuk Kota Tangerang dengan Puncak yang memiliki keterkaitan karena dilewati oleh Sungai Cisadane.
Kepala Dinas Tata Ruang Tangerang Didin Samsudin dalam paparannya menyampaikan mengenai letak wilayah, kondisi umum pantura Kab. Tangerang, kependudukan, topografi, guna lahan eksisting, potensi dan permasalahan kawasan pantura Kab. Tangerang, upaya pemecahan masalah, serta usulan rencana pola pemanfaatan dan struktur ruang untuk Wilayah Pantura Kab. Tangerang pada Raperpres RI tentang Penataan Ruang Kawasan Jabodetabekpunjur.
Saat ini ada dua usulan yang terkait dengan Kawasan Jabodetabekpunjur, khususnya untuk pengembangan wilayah Pantura Kab. Tangerang yaitu usulan berdasarkan Raperpres Jabodetabekpunjur serta usulan dari pihak Kab. Tangerang sendiri. Dalam hal ini Deputi Bidang Tata Lingkungan Kantor Kementerian Lingkungan Hidup Arie Djoekardi mengungkapkan aspek-aspek yang perlu diperhatikan dalam mengelola kawasan pantura tersebut. Arie menyebutkan 3 aspek yaitu pembangunan ekonomi, pembangunan sosial budaya masyarakat dan perlindungan lingkungan. 3 aspek ini merupakan pilar pembangunan berkelanjutan, jelas Arie. Selain ke-3 pilar itu, ada 5 aspek lagi yang harus dipertimbangkan yaitu aspek hukum, aspek teknologi, aspek pendanaan, aspek pembangunan infrastruktur, serta aspek pengembangan wilayah.
Dalam pertemuan yang dihadiri oleh para pejabat terkait dari Ditjen Penataan Ruang, Kantor Menko Perekonomian, Bappenas, Kantor Kementerian Lingkungan Hidup, Bappeda Kab. Tangerang dan Dinas Tata Ruang Kab. Tangerang, serta BKSP Jabodetabek ini, secara singkat dipaparkan pula mengenai beberapa ilustrasi konstruksi bangunan di Belanda yang harus menyesuaikan dengan karakteristik lahan karena sebagian besar wilayahnya terletak di bawah permukaan laut, yang disampaikan oleh Perwakilan dari Witteven+Bos Indonesia, Friso Roest.
Beberapa masukan dilontarkan pula oleh peserta pertemuan terkait dengan rencana pengembangan wilayah Pantura Kab. Tangerang tersebut. Di akhir pertemuan disepakati untuk membentuk Tim Kecil yang akan mengkaji lebih lanjut mengenai aspek-aspek yang telah disampaikan oleh Arie Djoekardi sebagai bahan pertimbangan rencana pengembangan wilayah Pantura Kab. Tangerang.
Sumber :
http://www.penataanruang.net/detail_b.asp?id=218
3 mei 2006
Tidak ada komentar:
Posting Komentar